BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata imun berasal dari bahasa
Latin ‘immunitas’ yang berarti pembebasan (kekebalan). Dalam sejarah, istilah ini kemudian
berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap
penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular.
Sistem imun adalah suatu
sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang
dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan
benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam
tubuh. Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk ke dalam
tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut dengan
antibodi.
Imunisasi adalah
pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu. Vaksin adalah
suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah suatu penyakit. Vaksin
membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi
terhadap penyakit. Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga
membantu membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak. Keuntungan
perlindungan yang diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang
mungkin timbul. Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang
serius, yang sekarang ini sudah jarang ditemukan.
1.2 Tujuan
-
Agar para pembaca mengerti tentang imunisasi
DPT
-
Agar mahasiswa mampu memberikan asuhan
imunisasi DPT
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian imunisasi DPT
Imunisasi adalah tindakan
untuk memberikan kekebalan terhadap suatu penyakit atas tubuh manusia (Kamisa,
1998 : 241). Imunisasi DPT suatu
kombinasi vaksin penangkal difteri, pertusis, dan tetanus.
Imunisasi DPT adalah suatu
vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus. Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak yang
berumur kurang dari 7 tahun. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk
suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha.
Imunisasi DPT yaitu imunisasi
/ vaksin kombinasi yang terdiri dari bakteri pertusis yang telah dimatikan,
toksoid (zat yang menyerupai racun) dari difteri dan juga tetanus. Vaksin DPT ini diberikan untuk mencegah
penyakit difteri yang bisa mematikan, penyakit pertusis yang sering disebut
batuk 100 hari dan penyakit tetanus.
o Difteri
adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan
komplikasi yang serius atau fatal
o Pertusis
(batuk rejan) adalah inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan
batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis
berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat
sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat
menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak.
o Tetanus
adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang.
Imunisasi DPT merupakan
imunisasi dengan memberikan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang
telah dihilangkan sifat racunnya akan masih dapat merangsang pembentukan zat
anti bodi ( toksoid ).
2.2 Definisi Difteri, Tetanus, dan Pertusis
A. Difteri
Penyakit Difteri adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae.
Mudah menular dan menyerang terutama saluran napas bagian atas (gangguan
saluran pernafasan) dengan gejala demam tinggi, pembengkakan pada amandel (
tonsil ) dan terlihat selaput putih kotor yang meliputi tenggorokan dan
kerongkongan yang makin lama makin membesar dan dapat menutup jalan napas serta
kelemahan otot. Racun difteri dapat merusak otot jantung yang dapat berakibat
gagal jantung dan kematian. Serta bisa menyebabkan infeksi paru-paru dan
kerusakan otak . Penularan umumnya melalui udara (batuk / bersin ) selain itu
dapat melalui benda atau makanan yang terkontamiasi.
Pemberian imunisasi ini akan
memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus
dalam waktu bersamaan. Efek samping yang mungkin akan timbul adalah demam,
nyeri dan bengkak pada permukaan kulit, cara mengatasinya cukup diberikan obat
penurun panas.
B. Pertusis
Penyakit Pertusis atau batuk
rejan atau dikenal dengan “Batuk Seratus Hari“ Penyakit batuk biasanya banyak
terjadi pada anak balita. Penyebab penyakit ini adalah kuman Bordetella pertusis dan dapat disebabkan
oleh Haemophylus pertusis. Kuman ini biasanya berada di saluran
pernafasan. Bila anak-anak dalam keadaan daya tahan tubuhnya melemah, maka
kuman tersebut mudah sekali menyerang dan menimbulkan penyakit.
Penularannya melalui cairan yang
keluar dari hidung yang tersembur keluar waktu batuk atau bersin (udara). Tanpa
perawatan, penderita pertusis dapat menularkannya kepada orang lain sampai tiga
minggu setelah batuk mulai terjadi. Waktu antara eksposur dan jatuh sakit
biasanya tujuh sampai sepuluh hari, tetapi mungkin sampai tiga minggu. Perawatan
dan pencegahan penyakit ini tidak terlalu sulit. Bila anak tidak begitu
menderita dan cuaca cukup baik, boleh ia dibawa keluar agar dapat menghirup
udara segar dan bersih. Makanan
sebaiknya diberikan yang ringan-ringan dan cukup bergizi.
Pencegahan paling efektif
adalah dengan melakukan imunisasi bersamaan dengan Tetanus dan Difteri sebanyak
tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang penyuntikan.
Gejala-gejala Pertusis :
- Pertusis
biasanya mulai seperti pilek saja, dengan hidung beringus, rasa lelah dan
adakalanya demam parah.
- Kemudian
batuk terjadi, biasanya sebagai serangan batuk terus menerus yang sukar
berhenti, menyebabkan sulitnya makan, minum dan bernafas, diikuti dengan
tarikan napas besar (atau “whoop”). Adakalanya penderita muntah setelah batuk.
tarikan napas besar (atau “whoop”). Adakalanya penderita muntah setelah batuk.
- Muka
menjadi merah mungkin menjadi kebiruan dan muntah kadang-kadang
bercampur darah atau berhenti bernafas
bercampur darah atau berhenti bernafas
- Anak
yang lebih besar dan orang dewasa mungkin menderita penyakit yang kurang
serius, dengan serangan batuk yang berlanjut selama berminggu-minggu tanpa
memperhatikan perawatan.
- Dapat
menimbulkan komplikasi seperti pnemonia, kejang, kerusakan otak bahkan
kematian
C. Tetanus
Tetanus adalah manifestasi
sistemik tetanus disebabkan oleh absorbsi eksotoksin sangat kuat yang
dilepaskan oleh Clostridium tetani pada masa pertumbuhan aktif dalam
tubuh manusia. Penyebab penyakit ini adalah Clostridium tetani yang
hidup anaerob, berbentuk spora selama di luar tubuh manusia,
tersebar luas di tanah dan mengeluarkan toksin bila dalam kondisi baik. Toksin
ini dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit dan
merupakan tetanosporasmin yaitu toksin yang neurotropik yang
dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot.
Ditandai dengan
kekejangan otot di seluruh tubuh, dapat berupa kekakuan otot mulut sehingga
tidak dapat membuka mulut ataupun menelan, 2 dari 10 penderita tetanus
meninggal dunia.
Penyakit tetanus merupakan
salah satu infeksi yan berbahaya karena mempengaruhi sistim urat syaraf dan
otot. Gejala tetanus umumnya diawali dengan kejang otot rahang (dikenal juga
dengan trismus atau kejang mulut) bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa
sakit dan kaku di otot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat
merambat ke otot perut, lengan atas dan paha.
Neonatal tetanus umumnya
terjadi pada bayi yang baru lahir. Neonatal tetanus menyerang bayi yang baru
lahir karena dilahirkan di tempat yang tidak bersih dan steril, terutama jika
tali pusat terinfeksi. Neonatal tetanus dapat menyebabkan kematian pada bayi
dan banyak terjadi di negara berkembang.
Sedangkan di negara-negara
maju, dimana kebersihan dan teknik melahirkan yang sudah maju tingkat kematian
akibat infeksi tetanus dapat ditekan. Selain itu antibodi dari ibu kepada
jabang bayinya yang berada di dalam kandungan juga dapat mencegah infeksi
tersebut.
Toxin yang dikeluarkan oleh Clostridium
tetani adalah Tetanospasmin menempel pada urat syaraf di sekitar area luka
dan dibawa ke sistem syaraf otak serta saraf tulang belakang, sehingga terjadi
gangguan pada aktivitas normal urat syaraf. Terutama pada syaraf yang mengirim
pesan ke otot. Infeksi tetanus terjadi karena luka. Entah karena terpotong,
terbakar, aborsi , narkoba (misalnya memakai silet untuk memasukkan obat ke
dalam kulit) maupun frosbite. Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri tetanus
tidak dapat hidup di sana. Sering kali orang lalai, padahal luka sekecil apapun
dapat menjadi tempat berkembang biaknya bakteria tetanus.
Periode inkubasi tetanus
terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala yang mulai timbul di hari ketujuh.
Dalam neonatal tetanus gejala mulai pada dua minggu pertama kehidupan seorang
bayi. Walaupun tetanus merupakan penyakit berbahaya, jika cepat didiagnosa dan
mendapat perawatan yang benar maka penderita dapat disembuhkan. Penyembuhan
umumnya terjadi selama 4-6 minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian
imunisasi sebagai bagian dari imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak
imunisasi dapat terus dilanjutkan walaupun telah dewasa. Dianjurkan setiap
interval 5 tahun : 25, 30, 35 dst. Untuk wanita hamil sebaiknya diimunisasi
juga dan melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya.
2.3 CARA
PEMBERIAN IMUNISASI DPT
Imunisasi DPT diberikan dengan
cara injeksi intra muskuler (IM) pada paha (m. vastus lateralis) dan pada lengan
(m. deltoid) sebanyak 0,5 ml.
2.4 WAKTU PEMBERIAN DAN KEKEBALAN
Imunisasi DPT dasar diberikan
3 kali sejak anak berumur 2 bulan dengan interval 4-6 minggu. DPT1 deberikan
umur 2-4 bulan, DPT2 umur 3-5 bulan, dan DPT3 umur 4-6 bulan. Imunisasi DPT pada bayi 3 kali (3 dosis)
akan memberikan imunitas satu sampai 3 tahun.
Imunisasi ulang yang diberikan
selanjutnya yaitu : DPT4 diberikan 1 tahun setelah DPT3 pada usia
18-24 bulan, dan DPT5 pada usia 5-7 tahun. Sejak tahun 1998, DPT5 dapat
diberikan pada kegiatan imunisasi di sekolah dasar. Pada usia 12 tahun
diberikan DPT6 mengingat masih dijumpai kasus difteri pada umur
lebih dari 10 tahun. Ulangan DPT umur 18-24 bulan (DPT4) akan memperpanjang
imunitas 5 tahun sampai umur 6-7 tahun. Dosis toksoid tetanus ke 5 (DPT/DT5)
bila diberikan pada usia masuk sekolah akan memperpanjang imunitas 10 tahun
lagi, yaitu sampai umur 17-18 tahun. Petunjuk pemberian vaksinasi
DPT pada anak kelas 1 SD adalah:
a. Anak
yang pernah mendapat vaksinasi DPT sewaktu bayi, diberi DT 1 kali suntikan
dengan dosis 0.5 cc IM/SC dalam;
b. Anak
yang belum pernah mendapat vaksinasi DPT sewaktu bayi, diberikan vaksinasi DT
sebanyak 2 kali suntikan dosis 0.5 cc dengan interval minimal 4 minggu;
c. Apabila meragukan apakah waktu bayi mendapat
DPT atau tidak maka diberi 2 kali
suntikan seperti pada butir b.
Bila ternyata usia bayi sudah
melewati 2 bulan dan belum mendapatkan imunisasi DPT tak perlu panik. Lakukan
saja imunisasi DPT segera dengan mengikuti jadwal usianya. Misalnya usia bayi 5
bulan, tidak perlu menambahkan imunisasi DPT untuk usia 2 bulan sebelumnya.
Namun, memang akan lebih baik bila anak diimunisasi sesuai jadwalnya.
Setelah diimunisasi, seringkali
anak menjadi demam (suhu tubuh di atas 37,5 Ada yang bilang bila anak tidak
demam artinya vaksin tidak bekerja dengan baik. Banyak kabar beredar kini telah
tersedia Imunisasi DPT Panas & Dingin. Ada dua bentuk imunisasi DPT, yakni
bentuk DPwT (whole cell pertusis atau mengandung komponen protein pertusis
lengkap) dan bentuk DPaT (acelullar atau hanya mengandung sebagian protein
pertusis). Pada DPaT di mana protein pertusis telah dikurangi, otomatis
kemungkinan timbul efek sampingnya juga berkurang. Namun, bukan berarti DPaT
bebas demam. Hanya saja bila timbul demam tidak setinggi DPwT.
Jadi, pernyataan bila tidak
ada efek demam vaksin tidak bekerja adalah tidak benar. Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya
diberikan DT, bukan DPT. Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal,
sebaiknya diberikan booster vaksin DPT pada usia 14-16 tahun kemudian setiap 10
tahun (karena vaksin hanya memberikan perlindungan selama 10 tahun, setelah 10
tahun perlu diberikan booster).
Jika anak sedang menderita
sakit yang lebih serius dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai
anak sehat. Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau
perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya
membaik atau kejangnya bisa dikendalikan.
2.5 KONTRA
INDIKASI IMUNISASI DPT
- Anak-anak
dengan reaksi alergi berat setelah penyuntikan DPT sebelumnya.
- Anak
yang menderita kelainan saraf sekitar 7 hari setelah penyuntikan DPT sebelumnya,
atau yang bersifat keturunan seperti epilepsi
atau yang bersifat keturunan seperti epilepsi
- Anak
dengan KIPI berat setelah DPT sebelumnya seperti : kejang, menangis lebih
dari 3 jam, demam diatas 40.5’ C
Untuk dosis selanjutnya anak-anak tersebut
dianjurkan untuk diberikan imunisasi DT saja.
Vaksin ini tidak dianjurkan pada usia 7
tahun ke atas, berikut adalah jenis vaksin untuk dewasa:
- Tdap : dengan dosis dipteri dan pertusis yang lebih kecil atau
- Td :
tidak untuk pertusis.
2.6 EFEK SAMPING PEMBERIAN DPT
1-2 hari setelah mendapatkan
suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam ringan, nyeri, kemerahan atau
pembengkakan di tempat penyuntikan. Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam,
bisa diberikan asetaminofen (atau ibuprofen). Untuk mengurangi nyeri di tempat
penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering
menggerak-gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan.
Tips :
- Berikan
obat pereda demam 2-3 hari sebelum imunisasi dilakukan.
- Bila
ia demam boleh memberikan obat pereda.
- Sebaiknya
imunisasi dilakukan saat tubuhnya dalam kondisi sehat.
2.7 KIPI
(Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi)
Reaksi setelah
penyuntikan DPT bervariasi dari ringan sampai berat namun tidak seberat jika
menderita penyakit tersebut.
KIPI ringan (sering)
- Demam
(1 dari 4 anak)
- Merah
dan bengkak di tempat suntikan (1 dari 4 anak)
- Nyeri
dan perih di tempat suntikan (1 dari 4 anak)
- Rewel
1-2 hari(1 dari 3 anak)
- Tidak
nafsu makan (1 dari 10 anak)
- Muntah
(1 dari 50 anak)
Gejala dapat
menghilang 1-7 hari.
KIPI sedang (jarang)
- Kejang
(1 dari 14.000 anak)
- Menangis
lebih dari 3 jam (1 dari 1000 anak)
- Demam
>40.5’C (1 dari 16.000 anak)
KIPI berat (sangat jarang)
- Reaksi
alergi berat
- Kerusakan
otak yang permanen (1 dari sekian juta anak, sulit untuk dipertimbangkan
sebagai efek samping dari vaksin karena kejadiannya yang sangat jarang).
sebagai efek samping dari vaksin karena kejadiannya yang sangat jarang).
Hubungi dokter
anda jika terjadi KIPI sedang – berat.
Secara umum
- Reaksi
kemerahan, bengkak, dan nyeri pada lokasi injeksi
- Demam
ringan dengan reaksi lokal sama diantaranya ada yang mengalami
hyperpireksia
- Anak
gelisah dan menangis terus-menerus selama beberapa jam pasca suntikan
- Ada
kejang demam yang diakibatkan demam tinggi
- KIPI
yang cukup serius adalah terjadinya ensefalopati akut atau reaksi
anafilaksis dan terbukti disebabkan oleh adanya unsur vaksin pertusis
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Imunisasi DPT suatu kombinasi
vaksin penangkal difteri, pertusis, dan tetanus. Bayi berumur 2 bulan mendapat imunisasi DPT1 pada usia 2-4 bulan, dan
akan mendapatkan DPT2 dan DPT3 masing-masing selang 4-6 minggu kemudian. Setiap pemberian memiliki dosis 0,5 cc yang
diberikan secara IM pada lengan dan paha. Anak akan diberikan imunisasi
ulang yaitu DPT4 1 tahun setelah DPT3 pada usia 18-24 bulan, dan DPT5 pada usia
5-7 tahun dan DPT6 pada usia 12 tahun.
Tidak jarang anak yang mendapatkan imunisasi DPT
sering mengalami demam, namun masih bisa diatasi. Anak yang tidak mendapatkan imunisasi DPT di
usia 2 bulan, bukan berarti tidak bahaya, dapat diberikan dibulan berikutnya
(maksimal usia 4 bulan).
DAFTAR PUSTAKA
Rukiyah, Ai Yeyeh dan Lia Yulianti. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Jakarta : TIM.
Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta
: TIM
www.cdc.gov/dpt(diphteria,pertusis,tetanus).